UPAYA konkret untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi tidak lain tidak bukan ialah menaikkan harga seraya memperketat pengawasan.
Hal itu dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto saat menanggapi rencana pemerintah mengurangi kuota BBM dalam APBN Perubahan 2014 karena anggaran subsidi yang kian membengkak.
Menurut Pri Agung, usaha tersebut pernah berhasil ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsi di Juni 2013. Konsumsi BBM hingga akhir tahun lalu tidak melampaui kuota sebesar 48 juta kiloliter.
“Jadi, harus bersama-sama antara disparitas harga yang semakin menipis dan pengawasan. Peng awasan tanpa diimbangi penaikan harga tidak ada hasilnya,“ kata Pri Agung kepada Media Indonesia, kemarin.
Kini, di tengah kegamangan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, Pri Agung menilai bisa saja pemerintah mengklaim dapat menekan konsumsi BBM subsidi 2,85 juta kl dengan melarang kendaraan dinas pemerintah, pertambangan, dan kehutanan mengonsumsi BBM subsidi, konversi BBM ke BBG, pengawasan BPH Migas, dan pengurangan nozzle di SPBU.
“Akan tetapi, kalau kuota di akhir tahun bisa 46 juta-47 juta kl, itu bukan efek dari semua itu. Namun, pelaku penyalahgunaan mengurangi intensitas. Di sisi lain, pengawasan oleh BPH Migas sudah pasti berpe ngaruh,“ ujar Pri Agung.
Sementara itu, PT Pertamina (persero) mengklaim realisasi penyaluran BBM subsidi hingga 30 April mencapai 14,99 juta kl atau 31,7% dari kuota BBM subsidi dalam APBN 2014 sebanyak 47,35 juta kl. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengakui penyaluran solar sudah melebihi kuota. Sementara itu, premium dan minyak tanah masih terkendali.
“Hingga 30 April, penyaluran solar 5,15 juta kl atau 38,42% dari kuota 14,14 juta kl, sedangkan penyaluran premium 9,48 juta kl atau 29,4% dari kuota 32,32 kl. Minyak tanah sebanyak 325 ribu kl atau 36% dari kuota 900 ribu kl,“ ungkap Ali Mundakir. (Aim/X-3) Media Indonesia, 7/6/2014; hal : 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar